Rss Feed
  1. Buying Monday #2

    Monday, September 30, 2013


    Bulan ini, lagi-lagi saya "besar pasak daripada tiang". Banyakan belinya daripada baca buku yang dibeli :))

    Jadi, mari kita mulai pengakuan dosa bulan ini.

    Dari toko buku "Toga Mas"



    1. Rumah Cokelat - Sitta Karina - beli buku ini buat tantangan baca judul dengan warna yang saya ikuti. Sekalian coba baca bukunya Sitta Karina. Bukunya sudah saya baca dan reviewnya ada di sini.
    Dari toko buku "Gramedia"


    1. Angkatan 66 Prosa dan Puisi - H.B. Jassin (penyusun) - sesuatu yah, beli buku di Gramedia. Biasanya saya beli di Toga Mas karena selalu dapat diskon. Cuma buku ini tidak saya temukan di TM, jadinya beli di Gramedia deh. Tapi untuk buku setebal 600 halaman dan hardcover, harganya termasuk murah. Cuma 100 ribu. Bukunya sudah saya baca dan reviewnya bisa dilihat di sini.

    Dari "Kastil Fantasi"



    1. Boxset Xar&Vichattan - Bonmedo Tambunan - kalau yang ini saya belinya pakai poin dari grup Kastil Fantasi di Goodreads. Di sana setiap bulannya diadakan lomba Cerita Bulanan dan pesertanya memperoleh poin sebagai "hadiah partisipasi". Biasanya 6 poin/3 poin + buku untuk yang juara, 3 poin untuk 3 atau 5 besar, dan 1 poin untuk peserta yang tersisa. Setelah ikutan dari awal tahun, akhirnya saya berhasil mengumpulkan 10 poin dan menukarnya dengan buku ini :D *bangga *dibuang
    Dari Mbak Wulan


    Nah, ini nih, penggoda iman di akhir bulan. Saya sudah berusaha menahan diri untuk hanya membeli 5 buku di atas bulan ini, tapi kemudian Mbak Wulan (anak Goodreads juga) muncul di FB dengan buku 2000-an-nya. Akhirnya saya nambah 5 buku lagi deh ke daftar bulan ini.

    1. The Devil's Advocate - Morris West
    2. The Day of the Jackall - Frederick Forsyth 
    3. Demon Seed - Dean Koontz
    4. Boys & Girls Together - William Goldman
    5. The Satan Bug - Alistair MacLean

    Nah, itu dia timbunan saya di bulan September ini. Beli 10, baru baca 2. Bagaimana dengan kamu?

  2. The Adventures of Tom SawyerThe Adventures of Tom Sawyer by Mark Twain
    My rating: 3 of 5 stars

    Judul: The Adventures of Tom Sawyer
    Penulis: Mark Twain
    Penerbit: Aladdin
    Halaman: 272 halaman
    Terbitan: Juni 2001

    Here is the story of Tom, Huck, Becky, and Aunt Polly; a tale of adventures, pranks, playing hookey, and summertime fun. Written by the author sometimes called "the Lincoln of literature," The Adventures of Tom Sawyer was surprisingly neither a critical nor a financial success when it was first published in 1876. It was Mark Twain's first novel. However, since then Tom Sawyer has become his most popular work, enjoying dramatic, film, and even Broadway musical interpretations.

    Review

    Akhirnya saya baca juga salah satu novel klasik ini. Sudah sejak lama saya dengar soal Tom Sawyer dan Huckleberry Finn, juga tentang pengarangnya, Mark Twain, dan penasaran soal kisah mereka.

    "The Adventures of Tom Sawyer" mengangkat kisah Tom Sawyer, seorang bocah yang tinggal di St. Petersburg, sebuah kota di dekat Sungai Mississippi.

    Di buku ini ada berbagai petualangan Tom. Mulai dari yang lucu, seperti ketika dia mengajak Becky Thatcher, seorang anak gadis yang Tom suka, untuk jadian, sampai yang menegangkan, seperti waktu Tom dan Huck menyaksikan sebuah pembunuhan atau sewaktu Tom, Huck, dan Joe Harper, teman mereka, pergi ke sebuah pulau dan menjadi bajak laut.

    Buat saya, kisah-kisah Tom ini lucu dan seru untuk diikuti. Bahasanya juga menarik. Bahasa Inggris yang Mark Twain pakai cukup tidak biasa buat saya. Banyak kata dan frasa baru yang saya dapat di buku ini.

    Satu yang saya kurang suka dari novel ini adalah bagian depannya yang rasanya agak kemana-mana. Hal ini membuat bagian depan novel ini agak membingungkan buat saya, soalnya bingung fokus ceritanya mau ke mana. Fokusnya baru jadi jelas setelah Tom dan Huck menyaksikan pembunuhan.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 New Authors Reading Challenge
    - 2013 Books in English Reading Challenge
    - 2013 What's in A Name Reading Challenge


    View all my reviews


  3. Friday's Recommendation #7

    Friday, September 27, 2013

    Jumat terakhir di bulan ini :D Waktunya Friday's Recommendation. Untuk info lebih lengkap soal meme ini bisa cek langsung blog hostnya.

    Untuk edisi kali ini, buku yang saya rekomendasikan adalah:

    Angkatan 66 Prosa dan Puisi
    oleh: H.B. Jassin (penyusun)
    Genre: Fiksi umum dan puisi
    Review buku di sini

    Yup, saya merekomendasikan buku lokal kali ini. (Boleh gak sih? Apa hanya boleh buku bahasa Inggris atau terjemahan yang direkomendasikan?) Dari namanya saja sudah kelihatan kan, apa isi bukunya? Di sini ada kumpulan cerpen dan puisi oleh para penulis yang disebut "Angkatan 66". Semuanya dikumpulkan oleh H.B. Jassin.

    Niat awal saya beli buku ini sih karena ingin lebih mengenal penulis-penulis Indonesia dulu dan memang membaca buku ini membuat saya mengenal penulis-penulis yang namanya tidak familiar bagi saya. Dari sekian banyak penulis di buku ini, yang saya tahu namanya hanya W.S. Rendra, N.H. Dini, A.A. Navis, dan Sapardi Djoko Damono.

    Harga bukunya 100 ribu. Termasuk murah menurut saya untuk ukuran buku setebal 600 halaman dan hardcover. Soal bahasa di buku ini pun tidak perlu dikhawatirkan. Ejaannya sudah menggunakan EYD. Bukan ejaan tempoe doeloe lagi.

    Itu buku rekomendasi saya kali ini. Apa rekomendasimu?



  4. This is my wrap up for the 2013 What An Animal Reading Challenge. You can read about this challenge and its rules in my master post.

    I've read 6 books with animal so far and made reviews. Unfortunately, most of the reviews are in Indonesian. I'm too lazy to translate them. So I'll put some commentaries of the books in this post.


    1. Camar Biru - Nilam Suri (read my Indonesian review here) - February 1st, 2013. The word 'Camar' is Indonesian for Gull/Seagull. "Camar Biru" follows the story of Nina and Adith, two life-long friends who once promised to marry each other after several years passed and only if both party still has the seagull origami. As the story progress, Adith found that Nina hid a dark secret that bring chaos to his and her lifes. I gave 3 stars out of 5.
    2. The Horse and His Boy - C.S. Lewis (read my English review here) - February 8th, 2013. 4/5.
    3. Water for Elephants - Sara Gruen (read my Indonesian review here) - March 10th, 2013. It was the story of Ivy league drop outer who accidentally entered the world of circus. I gave 4 out of 5 stars. Three stars for the story and one more for the author's effort to write the book.
    4. Thousand Cranes -Yasunari Kawabata (read my English review here) - March 25th, 2013. 3/5.
    5. Winnie the Pooh - A.A. Milne (read my Indonesian review here) - June 28th, 2013. A classic children story. It follows the stories of Pooh Bear and his friends at the Hundred Acre Wood I gave 5 out of 5 stars.
    6. The Yearling - Marjorie Kinnan Rawlings (read my Indonesian review here) - August 22nd, 2013. Another classic story. It follows the life of Baxter family in Florida at the end of the 19th century. It tells the story of friendship between Jody Baxter, the only son in Baxter house hold, and a yearling he calls Flag. A beautiful coming-of-age story. I gave it 5 stars.
    That's it people. It was fun to do the challenge. I'm glad I could finish this one. Thank you for Socrates' Book, the host of this reading challenge, for this amazing RC. 


  5. It seems that I forgot to make a post for my August's Keywords Reading Challenge. Here is the keywords for August:


    and the book I picked for August was: "Jingga dan Senja" - Esti Kinasih. The word "Jingga" means "orange". Unfortunately, I dropped the book as it didn't suit my taste. I wrote a review in Indonesian here.

    The keywords for September are:


    and the book I chose was: "The Astronomy Handbook" - Clare Gibson. Yup, it's a non-fiction. There is 'space' in the word list, so I thought an astronomy book could fit. You can read my English review here.


  6. The Astronomy HandbookThe Astronomy Handbook by Clare Gibson
    My rating: 4 of 5 stars

    Title: The Astronomy Handbook
    Author: Clare Gibson
    Publisher: Silverdale Books
    Pages: 256 pages
    Published: 2005

    As the book's title suggests, this is an astronomy handbook. This book covers the basic grounds, like the history of astronomy, the planets in our solar system, the stars, and other objects such as: meteor, comet, black hole, etc.

    I think this book is perfect for people who are interested in astronomy or just like to read about astronomy. The language used in this book is easy to understand and there are a lot of full-color astronomy picture which are, I think, very eye candies.

    Of course since this book was printed back in 2005, many facts may differ from what it is now. For example, this book listed 13 of Neptune known moons, but recently a new moon of Neptune was discovered.

    I bought this book when I was still in high school. Maybe in 2006 or 2007, but never able to finish it. Back then, I found the language as too difficult. There were many words I didn't understand. Yeah, English is not my mother tongue. But now, I could read it easily and I'm quite happy with the fact that my English has improved through the years.

    This book is for the following reading challenges:
    - 2013 Monthly Key Words Reading Challenge
    - 2013 Nerdy Non-Fiction Reading Challenge


    View all my reviews


  7. Angkatan 66 Prosa dan PuisiAngkatan 66 Prosa dan Puisi by H.B. Jassin
    My rating: 5 of 5 stars

    Judul: Angkatan 66 Prosa dan Puisi
    Penyusun: H.B. Jassin
    Penerbit: Pustaka Jaya
    Halaman: 600 halaman
    Terbitan: 2013

    Apa itu angkatan 66? Siapa itu angkatan 66? Pernahkah Anda mendengar nama seperti Yusach Ananda, Gerson Poyk, M. Poppy Hutagalung, atau Indonesia O'Galelano? Tidak? Anda tidak pernah dengar? Jangan khawatir. Saya pun tidak pernah mendengar nama-nama itu sampai saya membaca buku ini.

    Buku ini adalah kumpulan cerpen dan puisi dari para penulis yang disebut sebagai Angkatan 66. Angkatan 66 sendiri dikenal sebagai angkatan yang lahir karena terjadinya "pendobrakan terhadap kebobrokan yang disebabkan oleh penyelewengan negara besar-besaran, penyelewengan yang membawa ke jurang kehancuran total." (hal. 21).

    Sekitar tahun 66 kehidupan di Indonesia memang mulai berantakan. Mulai dari penarikan diri Indonesia dari PBB pada 7 Januari 1965, yang mengakibatkan meregangnya hubungan Indonesia dengan negara seperti Amerika dan Inggris, hingga meletusnya peristiwa G30S/PKI pada 30 September 1965, semuanya mengakibatkan ketidakstabilan dan pergolakan dalam negeri.

    "Tugas Angkatan 66 ialah untuk membela Pancasila dan menjaga jangan sampai timbul lagi tirani, demi untuk mengisi revolusi guna mencapai sosialisme Indonesia. Revolusi bukanlah sesuatu yang berdiri di luar diri, tapi terutama adalah proses perkaryaan, proses penciptaan , pengamalan. Berkarya, mencipta, beramal, itulah revolusi. Tanpa berkarya, tanpa penciptaan, tanpa amal perbuatan, revolusi tidak ada, revolusi adalah omong kosong." (hal. 39)

    Secara keseluruhan

    Saya suka buku ini. Buku ini menambah pengetahuan saya soal karya sastra "lama" di Indonesia. Jujur pengetahuan saya soal karya tempo dulu di Indonesia sangat kurang. Terbukti dari sekian banyak nama penulis di buku ini, saya cuma tahu nama W.S. Rendra, N.H. Dini, A.A. Navis, dan Sapardi Djoko Damono.

    Isi buku ini memang banyak yang berbau revolusi. Banyak puisi yang secara spesifik ditulis bagi para demonstran, bagi demonstrasi itu sendiri, tapi bukan berarti seluruh buku ini hanya bernapaskan revolusi. Ada juga soal roman, sosial, dan kehidupan bermanusia.

    Di bawah ini saya membuat daftar cerpen dan puisi yang berkesan bagi saya.

    Cerpen yang saia suka:
    - Kampungku yang Sunyi - Yusach Ananda
    - Di Tengah Padang - A. Bastari Asnin
    - Pelayan Restoran - Motinggo Boesje
    - Jatayu - N.H. Dini
    - Tuak - Bokor Hutasuhut
    - Harapan di Air Laut - B. Jass
    - Seribu Kunang-Kunang di Manhattan - Umar Kayam
    - Jembatan yang Ditutup - Andrea Alexandre Leo
    - Robohnya Surau Kami - A.A. Navis
    - Mutiara di Tengah Sawah - Gerson Poyk
    - Discharge - Bur Rasuanto
    - Kubur - S.N. Ratmana
    - Wasya, Ah, Wasya - W.S. Rendra
    - Air -Ras Siregar
    - Bila Kolam Dikuras - SL. Soeprijanto
    - Lukisan Dinding - Alwan Tafsiri
    - Pulang Pagi - Salsiah Tjahjaningsih
    - Roti, Anggur, dan Si Tua - Sukro Wijono

    Puisi yang saia suka:
    - Riwayat - Hartojo Andangdjaja
    - Perempuan-Perempuan Perkasa - Hartojo Andangdjaja
    - Sajak Orang Gila - Sapardi Djoko Damono
    - Dingin Benar Malam Ini - Sapardi Djoko Damono
    - Doa Para Pelaut yang Tabah - Sapardi Djoko Damono
    - Kartupos Hitam - Indonesia O'Galelano
    - Bisik Malam - Djawastin Hasugian
    - Kepada Tanah Air - Djawastin Hasugian
    - Pada Suatu Bulan yang Cerah - M. Poppy Hutagalung
    - Surat - M. Poppy Hutagalung
    - Di Bawah Kepak Sayap yang Maha Sakti - M. Poppy Hutagalung
    - Riwayat - Goenawan Mohamad
    - Tirani - Bur Rasuanto
    - Anak yang Angkuh - W.S. Rendra
    - Kaki - Abdul Wahid Situmeang
    - Tanah Air - Abdul Wahid Situmeang
    - Kepada Pemimpin - Abdul Wahid Situmeang
    - Cerita Kosong - Fridolin Ukur


    View all my reviews

  8. Kapitalisme Soviet? Sebuah Catatan PerjalananKapitalisme Soviet? Sebuah Catatan Perjalanan by Tjipta Lesmana
    My rating: 4 of 5 stars

    Judul: Kapitalisme Soviet? Sebuah Catatan Perjalanan
    Penulis: Tjipta Lesmana
    Penerbit: Erwin-Rika Press
    Halaman: 277 halaman
    Terbitan: November 1987

    Catatan perjalanan Tjipta Lesmana dari majalah "Swasembada", Yop Pandie dari harian "Suara Karya", dan Isma Sawitri dari majalah "Tempo" selama 15 hari di Uni Soviet.

    Saya memutuskan untuk meringkas apa yang terjadi pada tiap-tiap hari perjalanan tersebut.

    Hari 1: Ketiga wartawan dari Indonesia sampai di Rusia dan disambut oleh Zakharov, perwakilan Rusia yang menemani mereka selama perjalanan. Sejak awal penulis sudah punya impresi yang buruk tentang Zakharov karena ybs punya masalah bau mulut.

    Sejak awal penulis sudah mengeluhkan pelayanan di Rusia yang kurang baik. Salah satu buktinya adalah hotel tempat mereka tinggal yang memiliki perabotan yang berbeda antar kamar. Ada kamar yang mendapat minuman tapi tidak ada alat mandi, ada juga yang tidak dapat minum.

    Hari pertama mereka bertemu dengan Khacathurov, Wakil Kepala kantor berita Novosti dan memperoleh "kuliah" tentang kemajuan Uni Soviet. Juga ada pertanyaan tentang mengapa volume transaksi Indonesia - Uni Soviet begitu rendah, yang oleh penulis dijawab bahwa hal ini mungkin terjadi karena pemerintah antipati pada negara yang bersifat sosialis (seperti Uni Soviet dan Cina) sebagai dampak dari peristiwa G-30S/PKI.

    Ada analisa menarik dari penulis tentang kemungkinan propaganda dengan menyelipkan nama Tuhan. Khacathurov menggunakan frasa "God knows" saat menyebut bahwa Soviet tidak terlibat dalam pemberontakan G30S/PKI. Padahal Soviet terkenal akan keateisannya. Penggunaan frasa "God knows" pun jadi janggal.

    Hari 1 berakhir dengan pertemuan dengan Ghaffar, Sekretaris I KBRI Moskow dan melihat pertunjukan balet.

    Hari 2: Hari ke-2 diawali dengan terjadinya "teror". Isma, wartawati dari majalah Tempo, mendapat telepon dari seorang pria asing yang mengaku bernama Andrei dan memintanya untuk bertemu. Telepon di kamarnya kemudian diputus secara tiba-tiba entah oleh siapa. Saat memberitahukan hal itu pada Ghaffar, Ghaffar bereaksi, "Itu biasa di sini. Tidak usah dirisaukan."

    Pada hari ke-2, ketiga wartawan berkunjung ke GKS, Komite Negara urusan Hubungan Ekonomi Luar Negeri. Mereka bertemu dengan Boris Koltsov, salah satu wakil kepala biro di GKS. Pembicaraan di sini berkisar pada rendahnya volume perdagangan Uni Soviet - Indonesia, kemajuan koperasi di Rusia, hingga kemungkinan alih teknologi yang akan dilakukan Uni Soviet jika Indonesia mau bekerja sama dalam hal ekonomi.

    Pada akhir hari ini, ketiga wartawan, beserta Dubes RI dan Ghaffar, "menyetujui" bahwa mereka akan sedikit "melawan" dikte yang dilakukan Zhakarov dengan meminta pembatalan kunjungan ke badan pemerintahan lainnya pada hari ketiga dan diganti dengan acara jalan-jalan, serta perjalanan ke Kiev dengan menggunakan pesawat. Bukan menggunakan kereta seperti rencana semula.

    Hari 3: Hari ini menjadi acara jalan-jalan bagi ketiga wartawan. Pada awal hari, penulis terkejut mendengar musik barat diputar di televisi pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh barat sudah mulai masuk ke Uni Soviet. Kemungkinan karena berjalannya program "Glasnost" (yang berarti "keterbukaan") yang dilakukan oleh pemerintah.

    Pagi harinya, ketiga wartawan bertemu dengan Evgeny P. Bavrin, orang kedua di Kementerian Perdagangan Luar Negeri. Pembicaraan dengan Bavrin masih berputar di soal kemungkinan kerja sama Soviet - Indonesia dan pertanyaan soal rendahnya transaksi yang terjadi di antara kedua negara.

    Siangnya, bersama Ghaffar, mereka makan di satu-satunya restoran yang dikelola pihak swasta di Moskow. Namanya "Kropotskinkaya 36". Termasuk restoran mewah dan mahal.

    Setelah makan siang, mereka pergi ke Kremlin, pusat pemerintahan Soviet yang terkenal akan keindahannya. Di sini penulis menceritakan tentang sejarah Kremlin, tentang Lapangan Merah, sera Museleum Lenin, museum tempat bapak revolusi Rusia yang posisinya hampir sama seperti tuhan bagi orang-orang Rusia. Di sini juga digambarkan tentang pertukaran tentara jaga di pintu gerbang musoleum. Dua orang tentara berdiri tegap tanpa boleh bergerak sedikit pun dan pergantiannya terjadi tiap 24 jam sekali.

    Setelah puas jalan-jalan, ketiga wartawan berbelanja oleh-oleh. Penulis menuturkan soal kurang ramahnya penjaga toko di Rusia (yang mungkin disebabkan banyaknya counter yang harus dilayani oleh satu penjaga sekaligus), juga tentang kurang baiknya barang buatan Rusia, seperti tisunya yang terlalu keras atau kameranya yang terlalu berat karena terbuat dari besi baja. Satu-satunya barang yang penulis puji hanyalah limosin buatan Rusia karena "kekar body-nya, disamping penuh wibawa." (hal. 55). Di sini juga saya akhirnya tahu bahwa 1 rubel=Rp 2.500 pada saat itu.

    Hari ke-3 berakhir dengan perjalanan pesawat dari Moskow ke Kiev.

    Hari 4: Hari 4 para wartawan berkunjung ke "Kiyevlyanka", sebuah pabrik garmen yang merupakan salah satu contoh kesuksesan Perestroika. Sebelum Peretroiska dilaksanakan, perusahaan-perusahaan Uni Soviet dimanja oleh pemerintahnya. Kerugian yang dialami perusahaan akan ditutupi oleh negara. Hal ini membuat perusahaan menjadi malas untuk berinovasi dan jalan di tempat.

    Sesudah Perestroika dijalankan, perusahaan diwajibkan untuk menutup sendiri kerugiannya. Hal ini membuat para pengusaha harus bekerja keras agar tidak merugi. Hal ini mendorong hasil penjualan berbagai perusahaan. Salah satunya adalah Kiyevlyanka yang telah melakukan ekspor ke luar negeri, serta mampu menambah gaji pegawai sebesar 100 rubel lebih per bulannya.

    Setelah dari pabrik garmen, para wartawan berkunjung ke sebuah surat kabar bernama "The Evening Kiev. Di sini diperlihatkan bagaimana Glasnost telah mengubah wajah surat kabar Uni Soviet.

    Kalau sebelumnya surat kabar hanyalah corong pemerintah dalam melakukan propaganda, maka kini surat kabar sudah dapat berisi opini hingga kritik. Tidak melulu pidato atau peraturan pemerintah. Hal ini mengakibatkan naiknya oplah surat kabar dan juga gengsi wartwan di Soviet. Sebagai contoh, oplah The Evening Kiev sebelum Glasnost hanya 50.000 eksemplar. Setelah Glasnost berjalan, penjualannya mencapai 250.000 eksemplar lebih.

    Hari 4 berakhir dengan menyaksikan pertunjukan tarian rakyat.

    Hari 5: Pada hari ke-5 mereka pergi ke kantor APN dan berbincang dengan Vladimir Kolinko, wartawan yang meliput peristiwa Chernobyl 2 hari setelah ledakan terjadi. Selain bicara soal liputannya di Chernobyl, Kolinko juga menyayangkan propaganda Barat, khususnya Amerika, yang menjelek-jelekan Uni Soviet lewat media massanya. Padahal, menurut Kolinko, media Soviet tidak pernah menjelek-jelekan Amerika. Misalnya peristiwa ledakan pesawat ulang-alik Challenger tidak digunakan media Soviet untuk menjatuhkan nama Amerika. Mereka hanya menulis fakta yang terjadi.

    Hari 6: Hari 6 dibuka dengan adanya sedikit konflik dengan Zakharov. Zakharov memberitahu bahwa mereka akan terbang ke Dushambe pada pukul 14.00, padahal sebelumnya dikatakan bahwa mereka akan menggunakan penerbangan pagi. Zakharov beralasan bahwa penerbangan itu sudah diatur oleh pihak Moskow. Padahal sebelumnya dia berkata pada Isma bahwa penerbangan siang sengaja diambil untuk memberi Isma kesempatan berbelanja lagi. Hal ini membuat penulis mempertanyakan kejujuran Zakharov.

    Sisa hari dilanjutkan dengan sight seeing. Ditemani seorang pemandu wanita, ketiga wartawan pergi melihat museum Great Patriotic War, museum yang didirikan untuk memperingati kegigihan perlawanan Rusia terhadap serangan Nazi pada PD II.

    Dari museum, mereka lanjut ke gereja St. Sofia Cathedral. Di sini selain mengagumi keindahan gereja tersebut, penulis juga mempertanyakan tentang kebebasan beragama di Soviet. Walau secara Undang-Undang tampak bahwa setiap individu berhak untuk beragama atau tidak beragama dan diperlakukan sama secara hukum, pada kenyataannya tatanan di Soviet cenderung mendukung rakyatnya untuk tidak beragama. Hal ini diperlihatkan dari fakta bahwa orang beragama tidak bisa menjadi anggota partai dan secara otomatis tidak bisa menduduki posisi tinggi dalam pemerintahan.

    Hari 6 berakhir dengan menyusuri Sungai Dnieper dan melihat pertunjukan tari tradisional.

    Hari 7: Percayakah Anda bila dikatakan bahwa buruh dan petani pun dapat dengan mudah membeli tiket pesawat di Rusia? Pada kenyataannya harga tiket pesawat di Rusia memang murah sekali. Harga PP Singapura-Moskow misalnya. Dengan Aeroflot, maskapai nasional Rusia, harganya hanya sekitar USD 600. Padahal dengan Singapore Airlines, harganya mencapai USD 2000! Bagaimana bisa?

    Jawabannya adalah: subsidi. Subsidi di Rusia, pada masa itu, mencapai 73 miliar rubel (Rp 182,5 trilyun), atau 6 kali APBN Indonesia tahun 1987-1988. Itu pun baru sebagian dari jumlah APBN Rusia. Bisa dibayangkan bagaimana besar keinginan pemerintah Rusia untuk memberi ilusi kemakmuran ekonomi pada rakyatnya.

    Selain kontemplasi penulis tentang subsidi di Rusia, dia juga sempat pergi ke St. Cyril Church, Babiy Yar yang terkenal sebagai tempat perpisahan para warga yang akan dieksekusi oleh tentara Jerman pada PD II, dan juga October Revolution Square.

    Hari 7 ditutup dengan pendaratan di Dushanbe, Tajikstan.

    Hari 8: Pada hari ke-8, penulis kembali mengeksplorasi tentang kebebasan beragama di Soviet dengan berkunjung ke Mesjid Movlana Yakubi Charhi, salah satu mesjid terbesar di Tajikstan (yang sayangnya tidak bisa saya temukan di Google. Entah kenapa).

    Tajikstan memang berbeda dengan Rusia. Termasuk dalam lingkup yang sering disebut sebagai Asia Tengah, Tajikstan memang mempunyai sejarah Islam yang kuat. Hal ini terbukti dari banyaknya budaya Islam dan catatan sejarah tentang Islam di bagian Soviet yang ini.

    Lalu bagaimana soal agama di tempat ini? Menurut Ali Beknazar, imam di mesjid yang penulis kunjungi, pemerintah "mendukung" perkembangan agama di sana. Buktinya pemerintah memberi material untuk pembangunan mesjid di tempat itu, walau pemeliharaannya kemudian harus diurus sendiri. Saat ditanya apakah ada tekanan dari pemerintah, sang imam menjawab bahwa tidak ada tekanan.

    Hanya saja penulis mempunyai kecurigaannya sendiri. Uni Soviet terkenal akan kegarangannya pada umat beragama. Bahkan belum lama, pada waktu itu, pemerintah baru saja melakukan penekanan besar-besaran pada umat Kristen di desa Gruchevo, Ukraina. Selain itu, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, umat beragama juga dilarang menjadi anggota partai. Penulis bahkan menduga jangan-jangan semua jawaban itu telah dipersiapkan sebelumnya. Apalagi ada banyak pihak asing yang sering berkunjung ke tempat itu. Bisa jadi seluruhnya hanya skenario pencitraan pemerintah Soviet.

    Hari 9: Di hari ke-9 para wartawan mengunjungi Bendungan Nurek yang merupakan bendungan tertinggi di dunia (pada 2013 berhasil dilewati oleh Bendungan Jinping-I di Cina). Bendungan itu terkenal karena teknik pembangunannya yang tidak menggunakan beton dan juga karena listrik yang dihasilkannya merupakan terbesar ke-2 di seluruh Uni Soviet.

    Setelah dari Nurek, rombongan pergi ke kolkhos, yang merupakan bahasa Rusia untuk "pertanian kolektif". Di tempat itu mereka mengunjungi keluarga petani yang memimpin brigade pertanian di tempat itu. Di setiap kolkhos sendiri terdiri dari beberapa brigade (semacam tim).

    Di kolkhos itu penulis mempertanyakan (dalam hati) kenapa WC di tempat itu begitu kotor, padahal pemilik tempat itu mengaku berpenghasilan 13 ribu rubel/tahun. Masa iya tidak mampu untuk membangun WC yang lebih baik?

    Hari 9 berakhir dengan menyaksikan tari-tarian serta nyanyian.

    Hari 10: Hari 10 dibuka dengan penerbangan "empat sekawan" dari Dushanbe ke Moskow. Di pesawat, penulis bertemu dengan seorang profesor asal Tajikstan dan berbincang dengannya.

    Menurut pengakuan sang profesor, gaji seorang pengajar dan peneliti di Soviet lebih rendah daripada buruh. Seorang buruh dapat mengantongi 350 rubel/bulan, sedangkan seorang dosen hanya memperoleh 150 rubel/bulan dan seorang peneliti senior hanya digaji 200 rubel. Hal ini memang sejalan dengan pandangan negara sosialis yang menilai tinggi posisi buruh. Bagi kaum sosialis, buruh adalah tulang punggung negara.

    Hanya saja lewat perestroika, keadaan mulai membaik bagi para cendekiawan. Selain kini memperoleh kebebasan untuk melakukan penelitian (sebelumnya mereka hanya boleh meneliti hal yang diperintahkan), pendapatan mereka juga mulai ditingkatkan pemerintah.

    Di Moskow, mereka melakukan pertemuan dengan Nikolai I. Efimov, Wakil Pemimpin Redaksi "Izvestia", koran resmi pemerintah Uni Soviet. Di sini kembali mereka berbicara tentang pers Soviet yang sudah memperoleh kebebasannya, serta bagaimana pers di Soviet lepas dari pengaruh "press tycoon" (penyensoran berita tertentu karena ada pengaruh orang luar) seperti di Amerika. Walau begitu, tetap saja ada batasan yang tidak boleh dilanggar dalam menulis berita, seperti tidak boleh menulis berita yang mempropagandakan peperangan atau bersifat porno.

    Hari 11: Hari 11 dimulai dengan kesulitan penulis dalam menukar uang. Di Soviet, peraturan pengawasan peredaran mata uang asingnya memang ketat sekali. Saat orang asing tiba di sana, mereka diharuskan mengisi "custom declaration" yang berisi berapa total uang yang dibawa dan dalam mata uang apa. Nantinya saat akan keluar dari Soviet, lembar yang sama harus diisi dengan jumlah uang yang tersisa dan rubel yang ada akan ditukar lagi ke valuta asing. Uang yang keluar harus dibuktikan dengan struk belanja.

    Masalah timbul bagi penulis karena dia dan kedua rekannya tidak mengisi form itu. Saat sampai mereka dibawa ke ruang VIP dan semua prosedur imigrasi diurus oleh Zakharov. Orang Rusia sangat ketat dalam menjalankan peraturan. Kalau aturan bilang A, maka harus A. Tidak peduli apa alasannya, harus tetap A. Sayang di sini tidak dijelaskan bagaimana hasil akhir usaha tukar uang si penulis.

    Hari 11 adalah hari "bebas". Sekali lagi mereka bertiga mengunjungi Lapangan Merah. Kali ini tanpa Zakharov. Mereka memang jadi lebih bebas, tapi bahasa kini yang jadi kendali.

    Selain ke Lapangan Merah, mereka juga pergi berbelanja ke GUM, pusat perbelanjaan di samping Kremlin. Malamnya penulis dan Isma menyaksikan pertunjukan balet.

    Hari 12: Lagi-lagi terjadi pertikaian dengan Zakharov. Kali ini yang bertikai bukanlah si penulis, tapi Isma. Bukan hanya sekali, tapi langsung dua kali Isma "berkelahi" dengan Zakharov pada hari itu.

    Yang pertama soal tiket. Tiket penerbangan Isma ke Jepang, yang diurus oleh Zakharov, belum kunjung fix. Padahal dia akan melanjutkan perjalanan ke Jepang setelah urusan di Soviet selesai.

    Yang kedua, gara-gara pertanyaan Zakharov soal G30S/PKI.

    "Berapa banyak orang komunis yang dibunuh waktu itu, tanya Zakharov dengan nada sinis." (hal. 181)

    Kontan hal ini membuat Isma marah dan bertanya balik, berapa banyak juga rakyat Indonesia yang dibunuh secara keji oleh orang komunis sebelum terjadi G30S/PKI? Pembicaraan berkembang ke arah, lagi-lagi, kenapa Indonesia menjadikan G30S alasan untuk "menghambat" hubungan ekonomi dengan Soviet.

    Menurut penulis, prinsip politik luar negeri Soviet adalah mensosialiskan dunia. Hal ini berdasarkan tafsir dari buku keluaran Soviet sendiri. Hal inilah yang membuat pemerintah berhati-hati dalam menjalin hubungan dengan Soviet.

    Setelah perjalanan pesawat selama 1 jam, rombongan akhirnya tiba di Leningrad. Di sini mereka berkunjung ke Museum Hermitage, museum yang dibangun atas perintah Tzarina Catherine Agung. Hermitage terkenal karena sejumlah tiang utamanya dibangun dari batu malakit. Selain itu, ada sekitar 3 juta karya seni dari berbagai negara di sini. Ada setidaknya 15.000 lukisan, termasuk karya pelukis besar seperti: Da Vinci, Raphael, Rembrandt, Renoir, dan Picasso.

    Hari 13: Hari ini menjadi hari city tour bagi ketiga wartawan. Mereka mengunjungi Katedral St. Isaac yang merupakan salah satu dari empat katedral terbesar di dunia, lalu ke St. Isaac Square, tempat patung Peter Agung diletakkan.

    Malam harinya, seluruh kekesalan ketiga wartawan tumpah juga atas Zakharov. Kali ini gara-gara Zakharov memesankan tur domestik, yang penjelasan turnya dalam bahasa Rusia, bagi mereka mengelilingi sebuah kanal kecil. Ada 2 masalah. Satu, tentu saja mereka tidak mengerti sepatah kata pun yang keluar dari mulut pemandu. Zakharov memang "berbaik hati" mau menerjemahkan, tapi penulis menolak karena itu justru akan mengganggu penumpang yang lain. Dua, tadinya mereka meminta tur mengelilingi Sungai Neva, sungai yang terkenal di Leningrad, tapi entah kenapa Zakharov malah memberi mereka tur seperti itu.

    Hari 14: Hari ini menjadi hari perpisahan dengan Isma. Wartawati Tempo itu meninggalkan Uni Soviet sehari lebih awal karena akan terbang ke Jepang. Hanya tiket tanggal 24 Agustus yang berhasil Zakharov peroleh untuk Isma.

    Sebelum keberangkatan Isma, mereka masih sempat melakukan kunjungan ke balaikota dan bertemu dengan Valeri Radhenko, Wakil Kepala Komisi Perencanaan Kota. Penulis agak kecewa karena mereka hanya bertemu dengan orang yang posisinya agak "bawah". Dalam istilah penulis, "Buat apa ngomong dengan pejabat perencanaan kota?" (hal. 226).

    Di balaikota mereka bicara soal reshuffle besar-besaran dalam tubuh Dewan Kota Leningrad, perpajakan bagi badan usaha pribadi, serta subsidi pemerintah bagi wiraswastawan.

    Setelah melepas Isma pada pukul 14.00, Yopi dan penulis mengunjungi Peterdrovets, istana musim panas yang dibangun oleh Peter Agung. Istana ini terkenal akan keaslian tamannya dan keberadaan sekitar 2.000 air mancur di istana itu.

    Setelah berkunjung ke Peterdrovets, mereka kembali ke hotel dan bersiap untuk menghabiskan malam terakhir mereka di Soviet.

    Hari 15: Sebelum berangkat kembali ke Indonesia, Yopi dan penulis melakukan wawancara dengan Igor Rogachev, salah satu Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet.

    Hal-hal yang dibicarakan antara lain: bagaimana peranan Soviet dalam masalah Kamboja (dalam masalah rezim Pol Pot dan Khmer Merah waktu itu), bagaimana peranan Mochtar Kusumaatmadja, Menteri Luar Negeri Indonesia waktu itu, dalam masalah Kamboja itu, serta usaha reformasi hubungan luar negeri Soviet-Cina.

    Setelah wawancara dengan Rogachev selesai, kedua wartawan berkunjung ke Glaskosmos, semacam NASA-nya Soviet. Di sini ada disinggung sedikit soal kerja sama antariksa Soviet-Indonesia (yang pada waktu itu memang mulai ramai dibicarakan), serta kemungkinan pembiayaan peluncuran satelit Palapa 2R dengan bantuan Soviet.

    Malamnya, pada pukul 20.40, kedua wartawan naik ke pesawat dan terbang meninggalkan Soviet sepuluh menit kemudian.

    Selamat tinggal Moskow!

    Engkau memberi kesan melankolik tapi sekaligus kesan mengerikan.

    Melankolik, sehingga engkau memikat jutaan pelancong[...]. Tapi bagi saya, engkau juga mengerikan di samping sangat tidak ramah. Taman-taman hijau dengan bunga merah memang meneduhkan, tapi engkau membisu setiap kali kami ingin menanyakan sesuatu tentangmu. (hal. 261)


    Secara keseluruhan

    Saya suka dengan buku ini. Selain membahas soal turisme, budaya, serta kehidupan di Soviet, penulis juga menulis soal politik dalam dan luar negeri Soviet.

    Saya juga suka gerutuan dan perkelahiannya dengan Zakharov yang, buat saya, lucu. Saya bahkan membayangkan perjalanan ini semacam reality show dan ada adegan shooting penulis, Isma, atau Yopi mengeluarkan unek-unek di sebuah ruangan.

    Sayang ada banyak sekali typo di buku ini. Selain itu penggunaan di+kata tempat di buku ini juga banyak yang disambung.

    Kalau saja jumlah typo-nya lebih sedikit, saya akan memberi bintang 5 untuk buku ini.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - Membaca Sastra Indonesia 2013
    - Serapium Reading Challenge 2013
    - Nerdy Non-Fiction Reading Challenge 2013

    View all my reviews

  9. The Age of MiraclesThe Age of Miracles by Karen Thompson Walker
    My rating: 5 of 5 stars

    Judul: The Age of Miracles
    Penulis: Karen Thompson Walker
    Penerbit: Random House
    Halaman: 291 halaman
    Terbitan: 2012

    On an ordinary Saturday in a California suburb, Julia awakes to discover that something has happened to the rotation of the earth. The days and nights are growing longer and longer; gravity is affected; the birds, the tides, human behavior, and cosmic rhythms are thrown into disarray. In a world that seems filled with danger and loss, Julia also must face surprising developments in herself, and in her personal world-divisions widening between her parents, strange behavior by her friends, the pain an vulnerability of first love, a growing sense of isolation, and a surprising, rebellious new strength. With crystalline prose and the indelible magic of a born storyteller, Karen Thompson Walker gives us a breathtaking portrait of people finding ways to go on in an ever-evolving world.

    Review

    The Age of Miracles follows the story of Julia, a 12 y.o girl from California whose world is slowing down. Literally, as the earth's rotation is slowing. Expanding the hours of day and night, slowly extending to 72 hours per day and growing.

    If you're looking for some kind of hard sci-fi thing with a lot of science and hypothesis on why the earth is slowing down or how exactly (in science kind of explanation) the slowing rotation affects the earth, then you're looking at the wrong book.

    Instead of the hard-science, the book focuses on how the change affects social relationship. Both in a smaller scale, like how it affects her parents' relationship and Julia's friendship, to a bigger scale, like how the community is divided into 2 groups: the "real-timer" and the "clock-timer".

    I'm really glad that finally I could read a kind of fantasy-dystopia YA with teenage girl who doesn't fall in love with dangerous boy, having a love triangle while the world is in a rampage, a bad government, or in a form of trilogy. It's refreshing, you know.

    I like the gloomy atmosphere of the story. I like how Julia narrates the story as if she is remembering the old days, the early time of earth's slowing. The way Julia narrates made me thought she was going to die or the end will finally come. I was a little bit disappointed (yes, disappointed) to find out that the ending was like that.

    Overall, I like the story and the feel of the story. I also like the relationship between Julia and Seth. It was very bitter sweet and true. I do believe that even if the world is coming to an end, with your love one beside you, you can still laugh and feel strong.

    This book is for the following reading challenges:
    - 2013 New Authors Reading Challenge
    - 2013 Books in English Reading Challenge


    View all my reviews


  10. Wishful Wednesday #35

    Wednesday, September 11, 2013

    Hola, amigos! *ini kenapa tiba-tiba jadi bahasa Spanyol? Jupa lagi di hari Rabu yang berarti saatnya Wishful Wednesday. Kali ini Mbak Astrid berkolaborasi dengan Bacaan Bzee mengadakan giveaway yang berhubungan dengan acara WW dan acara Children's Literature yang diadakan Bzee. Untuk info lengkapnya, bisa cek blog Mbak Astrid.

    Untuk minggu ini, buku yang saya inginkan adalah:

    The Curious Incident of the Dog in the Night-Time
    by: Mark Haddon

    Christopher John Francis Boone knows all the countries of the world and their capitals and every prime number up to 7,057. He relates well to animals but has no understanding of human emotions. He cannot stand to be touched. And he detests the color yellow. 
    This improbable story of Christopher's quest to investigate the suspicious death of a neighborhood dog makes for one of the most captivating, unusual, and widely heralded novels in recent years.
    Ngeliat review buku ini di blognya Mbak Desti. Saya penasaran sama ceritanya yang berhubungan dengan misteri dan juga seorang anak yang menderita Sindrom Asperger. Kelihatannya seru.

    Untuk giveaway-nya sendiri, saya kepengin buku terjemahannya yang bisa didapatkan di sini.

    Itu buku pilihan saya minggu ini. Apa buku pilihanmu?



  11. Rumah CokelatRumah Cokelat by Sitta Karina
    My rating: 2 of 5 stars

    Judul: Rumah Cokelat
    Penulis: Sitta Karina
    Penerbit: Buah Hati
    Halaman: 226 halaman
    Terbitan: Januari 2012

    Hannah Andhito adalah tipikal perempuan masa kini di kota besar; bekerja di perusahaan multinasional, mengikuti tren fashion dan gaya hidup terkini sambil berusaha menabung untuk keluarga kecilnya, sangat menyukai melukis dengan cat air (yang ternyata baru ia sadari ini adalah passion-nya!), memiliki suami yang tampan dan family-oriented, sahabat SMA yang masih in touch, serta si kecil Razsya yang usianya jalan 2 tahun.

    Sempurna? Awalnya Hannah merasa begitu sampai Razsya bergumam bahwa ia menyayangi pengasuh yang sehari-hari selalu bersamanya. Perjalanan Hannah menemukan makna menjadi seorang ibu yang sesungguhnya dimulai sejak momen itu.

    Review

    Salah satu dari 2 buku yang saya rencanakan untuk baca sebelum lanjut lagi dengan permainan membaca saya. Sekalian buat mengisi salah satu tantangan baca saya :D

    Sebenarnya label "mom lit" di buku ini agak bikin keder juga. Soalnya saya kan bukan seorang ibu dan juga tidak ada rencana untuk menjadi seorang ibu. Jadi membaca buku yang ada embel-embel "mom lit" itu rasanya gimana gitu. Cuma saya pikir-pikir lagi, sudahlah. Toh, tidak ada salahnya saya "mengintip" ke dalam dunia yang asing bagi saya itu.

    "Rumah Cokelat" pada dasarnya bercerita tentang Hannah, seorang wanita, ibu, istri, anak, dan pekerja yang menghadapi lika-liku kehidupan di ibu kota. Saat anaknya mengigau bahwa dia sayang sama pengasuhnya, Hannah berhenti sejenak dan mulai memikirkan lagi posisinya sebagai seorang ibu.

    Topik yang diangkat di sini cukup menarik. Saya suka pada tantangan-tantangan yang Hannah hadapi sehari-hari. Baik dari kerjaan, mengasuh anak, ibunya sendiri yang terlalu memanjakan cucunya, anaknya yang lebih memilih pengasuhnya, sampai ke teman yang rada gak beres karena membawa seorang laki-laki yang pengin menggoda Hannah walau tahu kalau dia sudah berkeluarga. Untungnya ada Wigra, suaminya yang kalem dan siap meringankan perasaan Hannah. Eh tapi, kok belakangan Wigra kembali rutin berolahraga? Lalu siapa cewek yang mengirim pesan ke ponselnya? Nah, loh.

    Nuansa metro pop sangat kental di buku ini. Terbukti dari penggunaan Inglish, Indonesia-English, yang bertebaran di buku ini. Mulai dari dialog sampai ke narasi. Merek-merek papan atas? Tidak usah ditanyakan lagi. Sudah pasti ada.

    Soal Inglish ini ada 3 tempat yang sempat bikin saya berhenti pas baca. Pertama waktu Hannah dan Eyang Yanni, ibunya Hannah yang berusia sekitar 60-an, tiba-tiba bicara dalam bahasa Indonesia-Inggris. Saya sempat mikir, gaul amat nih eyang. Cuma selanjutnya dijelaskan kalau Eyang Yanni ernah kerja di IBM, jadi wajar kalau bisa bahasa Inggris. Tapi tetep kerasa aneh.

    Kedua, waktu di halaman 173 ada narasi, "Belakangan ia jadi terbiasa mingle tanpa banyak bicara dengan para asisten rumah tangga [...]."

    Saya sampai buka Google Translate dulu biar paham apa maksud kalimat itu. Ooh, mingle itu maksudnya bergaul.

    Terakhir di halaman 176 pas ada narasi, "Tentu saja Hannah amused melihat hal ini."

    Hal lain yang terasa aneh buat saya adalah si-anak-yang-namanya-susah- dieja itu. Si Razsya. Saya harus selalu lihat ulang catatan saya di GR ini biar ingat cara menulis namanya.

    Entahlah, saya merasa dia terlalu dewasa untuk ukuran anak 2 tahun. Entah mengapa saya merasa usia anak ini lebih tua 5-6 tahun dari usianya di novel. Tapi, ya, itu cuma perasaan aja sih. Berhubung saya sendiri bukan ahli tumbuh kembang anak, jadi tidak tahu anak seumur Razsya biasanya bisa apa saja. Kan, saya harus lihat cara tulis namanya lagi.

    Secara keseluruhan, bukunya cukup menarik dan menghibur. Ini pertama kalinya saya membaca karya Sitta Karina dan rasanya saya akan membaca karyanya lagi di masa depan.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 New Authors Reading Challenge
    - 2013 Indonesian Reading Challenge
    - 2013 Color Coded Reading Challenge


    View all my reviews

  12. Titik Nol: Makna Sebuah PerjalananTitik Nol: Makna Sebuah Perjalanan by Agustinus Wibowo
    My rating: 3 of 5 stars

    Judul: Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan
    Penulis: Agustinus Wibowo
    Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    Halaman: 568 halaman
    Terbitan: Februari 2013

    Jauh. Mengapa setiap orang terobsesi oleh kata itu? Marco Polo melintasi perjalanan panjang dari Venesia hingga negeri Mongol. Para pengelana lautan mengarungi samudra luas. Para pendaki menyabung nyawa menaklukkan puncak.

    Juga terpukau pesona kata "jauh", si musafir menceburkan diri dalam sebuah perjalanan akbar keliling dunia. Menyelundup ke tanah terlarang di Himalaya, mendiami Kashmir yang misterius, hingga menjadi saksi kemelut perang dan pembantaian. Dimulai dari sebuah mimpi, ini adalah perjuangan untuk mencari sebuah makna.

    Hingga akhirnya setelah mengelana begitu jauh, si musafir pulang, bersujud di samping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.

    Review

    Pertama-tama, saya berterima kasih kepada Mbak Nabila, mantan koordinator Goodreads Surabaya salah ding, bukan mantan koordinator ternyata, tapi yang pasti merupakan orang yang sudah mau bersusah payah saya titipi beli buku ini buat saya. Maafkeun daku yang tidak bisa datang pas acara talkshow Agustinus Wibowo di Surabaya pada April yang lalu.

    Membaca buku ini membuat saya terinspirasi untuk tidak menjadi backpacker. Serius. Membaca perjalanan Ming, nama Mandarin penulis, mengarungi Tibet, Nepal, India, Pakistan, dan Afghanistan, membuat saya bersyukur bahwa hari ini saya masih berada di atas kasur yang lumayan empuk, dalam terpaan angin dari kipas, serta bisa memperoleh makan dan minum dengan mudah.

    Sounds like I am dwelling too deep in my comfort zone? Yes, I am.

    Buku ini bukan panduan bagaimana mengelilingi Asia Barat dengan budget sekian juta saja. Juga bukan buku yang memandu tempat-tempat mana saja yang harus kita datangi kalau berkunjung ke Nepal atau India. Buku ini adalah catatan perjalanan si penulis dan refleksinya akan arti perjalanan itu dalam kehidupannya sendiri. Semuanya diceritakan secara jujur dan gamblang.

    Awal buku ini sudah langsung berhasil menangkap perhatian saya. Bahasa yang dipakai Agustinus Wibowo di sini bagus, sampai saya merasa sedang membaca novel alih-alih sebuah buku non-fiksi.

    Salah satu poin menarik buku ini adalah kilas balik kehidupan Hwie, alias Widyawati, ibu sang pengarang, yang ceritanya berjalan berbarengan dengan penuturan perjalanan "si musafir". Agustinus Wibowo memang menjadikan perjalanannya di Titik Nol ini sebagai refleksi akan kehidupan sang ibu. Bahkan saking menariknya, pada beberapa titik saya merasa lebih tertarik pada kisah kilas balik tersebut ketimbang Safarnama penulis. Apakah hal ini juga yang membuat saya sedikit bosan pada sepertiga bagian akhir buku ini? Karena lebih penasaran pada cerita hidup Hwie ketimbang soal Pakistan dan Afghanistan? Entahlah.

    Secara keseluruhan, ini buku yang sangat menarik. Ada banyak hal yang dapat menjadi perenungan dari buku ini. Baik tentang hidup, perjalanan, sampai hal yang bersifat "teknis", seperti budaya, turisme, dan agama.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 Membaca Sastra Indonesia Reading Challenge
    - 2013 Nerdy Non-Fiction Reading Challenge

    View all my reviews

  13. Pelangi ImpianPelangi Impian by Joan Elliott Pickart
    My rating: 2 of 5 stars

    Judul: Pelangi Impian (Royally Wed, #5)
    Penulis: Joan Elliott Pickart
    Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    Halaman: 264 halaman
    Terbitan: 2002

    John Colton pulang ke kota asalnya begitu mengetahui ternyata ia punya anak dari almarhum kekasihnya. Si bayi Jeremiah tidak punya siapa-siapa lagi selain John, jadi pria itu terpaksa harus mengasuhnya.

    Saat sedang menenangkan diri, John bertemu Laura Bishop di sebuah bar. Mereka saling mencurahkan isi hati dan malam itu menjadi malam yang tak terlupakan bagi keduanya.

    Paginya, john mendapat kejutan kedua. Ia ternyata Pangeran Wynborough yang diculik ketika bayi. Belum lagi beradaptasi dengan perannya sebagai ayah, John sudah mendapat masalah baru berkaitan dengan kedudukannya sebagai pangeran. Selain itu, ternyata ia tidak bisa melupakan Laura.

    Review

    Harlequin yang saya pinjam untuk memenuhi salah satu tantangan baca saya. Sejauh ini dari 3 Harlequin yang saya baca, belum ada yang dapat nilai di atas 2 dan buku ini melanjutkan tren tersebut.

    Dari segi pemilihan kata, buku ini repetitif. Baru halaman pertama saja sudah ada pengulangan kata 'murahan' sebanyak 4 kali. Belum lagi kata-kata, seperti: 'sialan', 'brengsek', atau 'bersedekap' yang muncul berkali-kali di cerita.

    Ceritanya sendiri, yah, khas Harlequin lah. Cowok kaya, cewek biasa, amazing sex, dan berakhir dengan pernikahan.

    Buku ini ternyata bagian dari serial. Untungnya tanpa membaca buku-buku sebelumnya pun saya masih bisa mengerti ceritanya. Soalnya plot di sini tidak terlalu berhubungan dengan apa yang terjadi di buku-buku sebelumnya.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 New Authors Reading Challenge
    - 2013 Color Coded Reading Challenge


    View all my reviews


  14. Selamat hari Rabu semuanya. Berjumpa lagi di acara Wishful Wednesday. Untuk minggu ini Mbak Astrid, penyelenggara WW ini, memberi pengumuman giveaway yang akan diadakan minggu depan. Cek blognya untuk info soal giveaway tersebut.

    Untuk minggu ini, buku yang saya idamkan adalah:

    The Zombie Survival Guide: Complete Protection From the Living Dead
    by: Max Brooks

    Dari Goodreads:

    The Zombie Survival Guide is your key to survival against the hordes of undead who may be stalking you right now. Fully illustrated and exhaustively comprehensive, this book covers everything you need to know, including how to understand zombie physiology and behavior, the most effective defense tactics and weaponry, ways to outfit your home for a long siege, and how to survive and adapt in any territory or terrain. 
    Don’t be carefree and foolish with your most precious asset—life. This book is your key to survival against the hordes of undead who may be stalking you right now without your even knowing it. The Zombie Survival Guide offers complete protection through trusted, proven tips for safeguarding yourself and your loved ones against the living dead. It is a book that can save your life.
    Masih melanjutkan semangat minggu lalu. Kali ini saya memilih buku tentang zombie lagi. Judulnya kayaknya sudah cukup menjelaskan isi bukunya. Penulis buku ini adalah Max Brooks, orang yang juga menulis World War Z. Walau saya gak gitu suka WWZ, tapi harus kuakui Max Brooks melakukan penelitian yang baik dalam menulis buku itu. Makanya saya penasaran mau baca buku yang dia tulis ini. Selain itu banyak juga yang bilang kalau buku ini lucu. Jadi tambah penasaran deh.

    Nah, itu buku pilihan saya minggu ini. Apa buku pilihanmu?



  15. Hening (Silence)Hening by Shūsaku Endō
    My rating: 3 of 5 stars

    Judul: Hening
    Penulis: Shusaku Endo
    Terbitan: Gramedia Pustaka Utama
    Halaman: 308 halaman
    Terbitan: Desember 2008

    Berlatar belakang Jepang abad ke-17, periode Edo, Silence mengisahkan perjalanan nasib Sebastian Rodrigues, Yesuit Portugis yang dikirim ke Jepang untuk membantu Gereja setempat dan untuk mencari tahu keadaan mantan gurunya, Ferreira, yang dikabarkan telah murtad karena tidak tahan menanggung siksaan. Pada zaman ketika Kristianitas dilarang keras di Jepang, dan para penganutnya dikejar-kejar, dipaksa menjadi murtad, dan dibunuh, bukan hal mudah bagi Rodrigues untuk bertahan hidup, apalagi Tuhan yang selama ini dianggapnya sumber kasih seolah bungkam dan hening, tidak berbuat apa-apa.

    Pada akhirnya, pertanyaan yang utama adalah: sanggupkah manusia mempertahankan keyakinannya di tengah masa-masa penuh penganiayaan? Dan benarkah Tuhan hanya diam berpangku tangan melihat penderitaan?

    Review

    Buku pertama hasil reading game saya. Novel yang sangat menarik. Saya suka dengan pergulatan batin yang dialami Rodriguez selama perjalanannya di Jepang. Berkali-kali dia bertanya-tanya di mana Tuhan saat melihat penderitaan orang-orang Kristen di Jepang, tapi berkali-kali juga dia menguatkan dirinya sendiri untuk terus melanjutkan misinya.

    Tokoh lain yang juga menarik adalah Kinjiro, si pengecut yang memandu Rodriguez dan teman seperjalannya, Garpe, saat mereka pertama kali masuk di Jepang. Si Kinjiro ini sebenarnya seorang Kristen, tapi berkali-kali dia menangkal imannya agar terbebas dari penderitaan. Akhirnya dia bahkan menjual Rodriguez seharga 300 keping perak.

    Walau begitu, sesudah menjual Rodriguez, berkali-kali si Kinjiro ini kembali ke penjara dan meminta Rodriguez untuk memaafkannya. Berkali-kali juga dia mengakui bahwa dia adalah manusia yang lemah. Entah kenapa membaca Kinjiro mengingatkan saya pada Smeagol/Gollum di LOTR :p

    Ada satu kutipan dari Ferreira yang dia gunakan agar Rodriguez mau melepaskan keyakinannya.

    "Karena kasihnya, Kristus akan menyangkal keyakinannya. Meski itu berarti melepaskan segala sesuatu yang dimilikinya." (hal. 267. Hal ini merujuk pada orang-orang yang sedang disiksa dan akan dibebaskan kalau Rodriguez mau melepaskan keyakinannya).

    Um, sejujurnya saya tidak terlalu mengerti logika di situ. Kalau menurut saya pribadi, Kristus adalah Allah Anak, bagian dari Trinitas Allah. Kenapa Allah harus menyangkal diri-Nya sendiri? Saya rasa di sini Ferreira tidak memandang Kristus sebagai Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, tapi manusia biasa.

    Yesus sendiri sudah menegaskan bahwa "Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah." (Yohanes 16:2)

    Dan yeah, pada akhirnya Rodriguez melepaskan keyakinannya dan hidup seperti "budak". Tidak pernah benar-benar memperoleh kebebasannya sendiri dan pada akhirnya siklus penyiksaan terhadap orang Kristen di Jepang terus saja berlangsung.

    Saya tidak akan menyalahkan Rodriguez di sini. Itu pilihannya. Terserah pada dia.

    Hening merupakan buku yang menarik dan termasuk page-turning buat saya. Ada banyak pertanyaan menarik yang timbul dari buku ini.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 New Authors Reading Challenge


    View all my reviews


  16. Rock 'n Roll Onthel (Kos-kosan Soda, #3)Rock 'n Roll Onthel by Dyan Nuranindya
    My rating: 3 of 5 stars

    Judul: Rock 'n Roll Onthel (Kos-Kosan Soda, #3)
    Penulis: Dyan Nuranindya
    Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
    Halaman: 248 halaman
    Terbitan: Maret 2012

    Saka, anak seorang dalang yang punya cita-cita jadi anak band. Di tengah keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, Saka malah tergila-gila dengan musik rock and roll. So pasti cita-citanya itu ditentang habis-habisan oleh orangtuanya. Apalagi pas tahu kalau Putri, adik kesayangannya yang menjadikan Saka sebagai panutan, tiba-tiba ngotot ingin ikut bersamanya ke kota.

    Kenangan kehilangan orang yang dicintai membuat Saka memutuskan untuk berhenti menjadi jawara di Gudang Sembilan, tempat para musisi andal bertempur. Tapi sebuah peristiwa memaksanya kembali ke sana dan naik panggung dengan segala trauma dalam dirinya.

    Review

    Buku kedua dalam seri "Kos-Kosan Soda" yang saya baca. Buku sebelumnya, Canting Cantiq termasuk bagus. Makanya saya jadi pengin baca buku lainnya dari seri ini. Sayang buku keduanya belum nemu. Jadi langsung ke buku ketiga dulu.

    Buku ketiga ini mengambil cerita tentang Saka, salah satu tokoh yang dekat dengan Melanie, tokoh utama di buku satu. Kalau di buku pertama dia biasanya yang mengantar Mel ke mana-mana dengan sepeda ontelnya.

    Perbedaan terbesar antara buku ini dengan buku pertama terletak di kebersamaan anak-anak kos Soda. Di sini kebersamaan itu kurang terlihat. Memang tetap ada dan masih tetap dekat, tapi di sini lebih banyak diperlihatkan tentang Saka dan mantan teman-teman bandnya. Sayang sih, saya berharap anak-anak Soda juga bisa lebih diperlihatkan lagi.

    Secara keseluruhan saya suka buku ini. Karakternya likeable, konfliknya cukup bagus, penyelesaian konfliknya juga baik. Saya juga merasa akhir yang didapat Saka lebih masuk akal, ketimbang di buku pertama. Selain itu kovernya juga bagus. Dua jempol buat yang desain kover :D

    Saya jadi penasaran siapa kira-kira yang akan jadi tokoh utama di buku selanjutnya. Apakah Bang Jhony?

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2013 Indonesian Romance Reading Challenge

    View all my reviews